Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013

Tradisi

Jam karet emang udah jadi tradisi kali ya di Indonesia. Masalah ini hampir gue temuin di berbagai kesempatan dan tempat. Entah gue sebagai pelaku atau sebagai korban. Seringnya sih jadi korban haha. Hal ini juga yang akan gue ceritain kali ini. Beberapa hari lalu gue seharusnya udah turun tahta dari jabatan yang gue emban. Ini kehalang selama kurang lebih dua minggu gegara satu hal, yaitu tepat waktu! Mungkin ada benernya juga tentang buah yang jatuh gak jauh dari pohonnya. Emang buah yang jatuh itu bisa jadi berbeda dengan indukya atau si pohon itu, bahkan dengan buah yang lain. Akan tetapi, gimana pun juga mereka pasti akan mempunyai banyak kesamaan karena faktor genetik yang ada. Sama dengan tradisi jam karet ini. Contoh yang paling mudah adalah hobi bokap yang dulu suka jalan-jalan, melanglang buana ke mana-mana, dan kegiatan sejenisnya. Itu pun ternyata turun ke gue yang hobi jalan-jalan. Bedanya nih yaaaaa, beliau cowok dan bebassss ke mana ajaa. Sedangkan gue cewek dan s

Yang tak pernah pulang...

Capek. Lesu dan tidak selera bicara. Itu adalah hal yang selalu aku rasakan saat pulang ke rumah. Aku sudah cukup merasa penat dengan kegiatan di kampus. Dosen tidak datang. Tugas yang menggunung. Rapat jurusan. Rapat komunitas. Rapat ormawa. Ah, segala rapat aku ikuti. Memang aku tidak selektif saat mengikuti kegiatan di kampus, tapi itu semua aku lakukan agar aku tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah pulang). Dan aku bisa dibilang anak yang sangat aktif berorganisasi. Belum lagi kekasihku yang juga butuh perhatian. Apalagi saat Ia sedang dalam masa manja. Aku dituntut untuk selalu   stand by . Hari ini saja sudah sepuluh pesan dan lima telepon darinya yang aku abaikan. Hari ini aku rindu masakan Ibu. Aku rindu tawa riang Adik. Hari ini aku rindu rumah. Rindu yang teramat sangat. “Lho, Bima. Tumben kamu sudah di rumah. Sekarang   kan   baru jam dua siang. Kamu gak ada kegiatan lain di kampus?” tanya Ibu saat aku sedang mempreteli   helm , jaket, dan sepatu.

ya kamulah

Aku suka bau udara selepas hujan Sejuk dan menenangkan Sama seperti aroma tubuhmu yang selalu kurindukan Klise memang Terdengar gombal Tapi aku benar suka Suka siapa? Ya kamulah Purwakarta, 25-12-2012

nyata kah?

Hidup itu gak selamanya berjalan mulus. Ga semulus apa yang ada di keranjang harapan milikmu. Ga semulus apa yang ada di daftar doa yang kamu curhatin sama Tuhan. Dan yang pasti gak semulus pantat bayi. Mulai orang di sekeliling. Gak semua orang sama pikirannya kayak kamu. Ada orang yang harus lebih banyak dimaklumin. Padahal hidup ini isinya bukan tentang mereka melulu (Andi Praja). Gak semuanya bener-bener peduli sama keadaanmu. Mungkin bisa diitung pake jari tangan berapa yang beneran peduli. Sisanya? Cuma dateng pas butuh. Orang-orang yang kayak gitu, mungkin emang bagus dateng di kehidupan. Biar bisa jadi kaca, seenggaknya bikin kita berusaha memperlakukan orang seperti apa kita ingin diperlakukan. Tentang orang-orang yang beneran peduli, itu salah satu kebahagiaan kecil. Bahagia itu emang sederhana, tapi juga ga bisa dipaksa (Ogi Raditya). Begitu juga dengan hal-hal yang kamu harapkan. Kadang yang didapet itu di luar ekspektasi atau mungkin seringnya di bawah ekspektasi

Berbicara cinta dan jujur

Cinta ya? Hmm, aku sebenarnya tak tau pasti apa itu cinta Ada yang bilang buta, sakit, setia, bohong, selingkuh, atau apa lah itu aku tak tahu pasti Tapi tunggu sebentar, aku pernah berkenalan dan berbincang dengan cinta “Aku sebenarnya adalah yang paling mempunyai banyak muka Aku ya tentang sakit, setia, bohong, dan juga sayang Oleh karena itu, orang-orang kerap bersembunyi di atas namaku Dia menyakiti, tapi kemudian bicara cinta Dia berbohong, namun kemudian bicara itu atas nama cinta Dari sekian banyak orang yang aku tau, mereka semua busuk! Mereka memakai tamengku, untuk semua alasan dan diberi label cinta” Kini aku sedang berkawan dengan jujur Tapi ternyata dia juga bermuka banyak seperti cinta Setiap aku tanya, ia malah kembali bertanya “Kejujuran seperti apa yang mau aku beri tahu? Jujur yang sakit, jujur dengan kegurihan dramatisasi, jujur tapi kau ketahui dari orang lain, atau jujur yang kau ketahui sendiri? Namun kuperingatkan kepadamu, kawa