Langsung ke konten utama

Rahasia


“Kyo, jangan lupa ya besok kita mau fiksasi tempat. Abis itu kita mau liat-liat cincin pengantin di tempat kemarin,” ucap Revan seraya mengelus lembut kepalaku.
“Iya, Cinta. Aku inget semuanya kok. Kan udah ada listnya di notes aku. Tenang aja. Harusnya kamu tuh yang aku bilangin. Belakangan ini kamu sibuk. Ada apa sih, Van?” ucapku agak heran.
“Hmm, ada deh. Kalo udah beres, pasti aku kasih tau kamu. Biar surprise!”
Aku Kyona, gadis keturunan Sunda-Jepang. Sekarang aku sedang merancang pernikahanku dengan Revan. Pria yang sangat mengerti aku dalam empat tahun ini. Meskipun begitu, masih ada satu masa lalu yang belum aku ceritakan kepadanya. Atau mungkin tak akan kuceritakan hal itu kepadanya. Menceritakan hal itu sama saja dengan membuka luka lamaku yang bahkan belum sembuh sampai saat ini.Saat umurku sudah mencapai 23 tahun.
Ah, sudahlah aku yakin ia tak akan bersentuhan dengan hal yang kubenci itu. Ia sudah mapan dengan pekerjaannya sekarang. Menjadi seorang pemimpin redaksi di sebuah majalah terkemuka di Indonesia. Sekarang, pikirkan saja tentang pernikahanku yang akan datang tiga bulan lagi!
Å         Ä         Å
Delapan belas tahun lalu, saat aku berumur 5 tahun.
“Ayaaaaaaah, aku mau terbaaaang,” ucapku manja dan cadel.
Ayah pun segera menghampiriku dan menggendongku. Seolah aku benar-benar bisa terbang meraih langit dan berkata, “Wuuuuuuuuu, terbang terbang.”
Aku bangga dengan ayahku. Saat ada pelajaran bercerita tentang ayah, aku selalu mengajukan diri untuk bercerita pertama dan paling lama. Ayahku seorang pilot. Aku bangga! Aku sering diajak oleh ayah untuk menemaninya bertugas. Meskipun aku tidak diizinkan untuk berada di sebelah ayah untuk turut mengemudikan pesawat. Terbang tinggi, sangat tinggi. Semua yang berada di dasar seakan hanya sekelompok bakteri.
Ada satu bagian yang masih kurang saat aku ikut bertugas bersama ayah, aku ingin sekali membuka kaca jendela pesawat agar aku dapat membawa pulang semua awan yang berserakan di langit. Akan kubawa pulang sebagian dan akan kuberikan kepada teman-temanku. Pasti mereka iri dan sebagian lagi akan aku isi ke dalam bantal tidur favoritku agar aku dapat bermimpi indah.
Kekagumanku tak sampai di situ saja. Aku pun sering mengukir mimpiku menjadi seperti ayah. Namun saat aku utarakan keinginanku saat besar nanti, ayah tertawa dan berkata, “keinginanmu sangat indah, Nak, tapi tidak usahlah kamu menjadi pilot. Atau kamu bisa menjadi pramugari. Pramugari yang sangat cantik.”
Ucapan ayah tidak membuatku patah semangat untuk menjadi pilot. Bahkan, aku semakin meneguhkan cita-citaku itu. Aku bertekad akan menjadi pilot pertama dan itu akan kupersembahkan untuk ayah. Aku berjanji! Saat makan malam aku utarakan keinginanku itu kepada ayah, ibu, serta kakakku.
“Ayah, Ibu, A’ Bintang, aku nanti mau jadi pilot. Aku bakal jadi pilot perempuan pertama untuk ayah. Tunggu aja ya,” ucapku riang.
“Huahahahaha, apa kamu bilang? Mau jadi pilot perempuan pertama? Gak salah?” ucap A’ Bintang meledekku.
“Iya, liat aja nanti. Pasti aa’ ngiri sama aku. Weeeeek,” sahutku seraya menjulukan lidahku ke arah A’ Bintang.
Ibu yang selalu membelaku—dalam hal positif—menyahut, ”Iya, nanti Kyona akan menjadi pilot wanita pertama. Ibu tunggu kamu ya untuk jadi pilot,” ucap Ibu sambil  mengecup keningku.
Aku merasa senang mendapat pembelaan dari Ibu.
Hingga umurku delapan tahun, aku masih sangat berangan menjadi pilot. Sampai pada suatu hari sebuah kenyataan buruk merubah anggapan indahku tentang langit, ketinggian, bahkan tentang awan yang sangat aku impikan untukku bawa pulang.
Å         Ä         Å
Hari ini hari pembagian rapor kenaikan kelas. Aku selalu menanti dengan cemas hari ini. Meskipun aku masih sangat kecil, tapi aku selalu tahu satu hadiah yang akan sangat aku nanti jika aku mendapatkan peringkat satu di kelas. Pergi menemani ayah terbang! Hal yang paling aku suka dan aku tunggu saat kenaikan kelas tiba. Saat ayah maju mengambil raporku, aku lebih memilih menunggu di depan kelas sambil bermain atau membaca buku cerita yang sudah berkali-kali aku baca dan bahkan sudah aku hafal seluruh isinya, kisah tentang Bawang Merah Bawang Putih.
Pasti saat aku selesai membaca buku itu, ayah pun selesai mengambil hasil raporku dan menggendongku tinggi-tinggi dan berkata, “Selamat putri kecil ayah, minggu ini kamu ikut ayah terbang!” dengan nada yang sangat bangga.
Hari ini pun begitu. Aku menutup buku cerita, ayah keluar dari kelas, lalu menggendongku tinggi-tinggi dan berkata seperti biasanya. Aku selalu menyambut kabar itu dengan gembira. Jika memungkinkan, selama liburan aku akan menemani ayah dinas terbang. Asyik! Aku akan mendapatkan cerita baru saat masuk sekolah dua minggu lagi. Sepulang sekolah aku akan selalu menyipakan baju terbaikku untuk ikut ayah keesokan harinya.
“Ibu, Ibu, aku dapet ranking satu lagi dan besok aku ikut ayah terbang! Ayo, Bu, bantu Kyona pilih baju buat besok!” ucapku antusias.
Sebenarnya aku tidak perlu bantuan siapa pun untuk memilih baju. Karena aku pasti akan  memilih baju berwarna pink yang berderet dengan rapi di lemari pakaianku. Setelah mendapatkan baju yang aku akan kenakan besok, aku pasti akan menyegerakan makan malam dan istirahat. Karena keesokan paginya aku akan bangun lebih pagi dari siapa pun dan akan rapih lebih dulu dari ayah. Sehingga aku akan menunggu ayah di ruang tamu dengan wajah dan mata berbinar paling terang dari bintang sekali pun.
“Ayaaaaah, ayo berangkat, berangkat!!!” ucapku antusias.
“Iyaaa, ayo kita berangkat,” ucap ayah, tapi tidak seantusias biasanya. Tidak seperti liburan sebelumnya saat ayah menggendongku dan bercanda sebelum pergi. Pagi ini aku melihat raut wajah ayah yang kusut dan letih. Aku melihat ada hawa yang negatif di baliknya, tapi ya sudahlah. Semoga ini hanya perasaan anehku saja.
Tapi, suasana seolah mendukung perasaanku. Ayah selalu mendapat halangan saat ingin berangkat. Ada saja yang tertinggal dan kami harus kembali lagi saat sudah meninggalkan rumah.
Sesampainya di airport pun ada lagi masalah. Pesawat yang hendak ayah bawa terbang delay dan bermasalah. Aku pun sudah tak seantusias tadi pagi. Semangatku mulai kendur. Aku mengeluh kepada ayah, “yah, kok lama banget sih. Aku udah bosen nunggunya.”
Hari itu seolah semua pihak tidak mengizinkan ayah untuk terbang. Setelah tiga jam menuggu, aku ngambek dan minta pulang. Namun saat ayah hendak mengantarku, ia mendapat kabar bahwa pesawat yang akan diterbangkan sudah siap. Ayah membujukku dan dengan mudahnya aku kembali ceria.
“Asyik, terbaaaaaaang,” ucapku riang.
Aku selalu ditempatkan di kabin istimewa saat aku menemani ayah terbang. Biasanya, aku selalu antusias dan tak pernah satu menit pun memejamkan mata. Tapi saat itu—setelah aku memakai semua pengaman yang diinstruksikan—aku tertidur pulas. Seolah tidur di atas permadani awan yang aku idamkan.
Aku terbangun karena kabin pesawat tiba-tiba gaduh. Semua sibuk menyelamatkan diri. Aku yang masih belum sadar, masih celingak-celinguk dengan keadaan sekitar. Seorang pramugara tiba-tiba datang menghampiriku dan membawaku ke sebuah tempat yang sama sekali tak ku ketahui. Ternyata saat itu pesawat akan mengadakan pendaratan darurat. Pesawat itu kehilangan kontak dengan menara pengawas. Aku tahu suasana sudah tidak beres.
Entah suara apa itu aku tak tahu, yang jelas semua orang berteriak. Berteriak meminta pertolongan kepada tuhannya. Ada yang berdzikir, istighfar, dan melantunkan puja-puji. Semua panik. Aku pun ikut panik. Aku segera berlari ke ruang ayah mengendalikan pesawat, namun seorang pramugari mencegahku.
“Jangan, bahaya. Kamu di sini aja,” ucapnya.
“Gak mau! Aku mau bantuin ayah di sana, kasian ayah kalo pesawatnya jatuh,” ucapku polos.
Dhuar!
Å         Ä         Å
Terakhir kali aku mengingat suara ledakan yang cukup hebat dari pesawat. Seseorang mendekapku erat dan semua teriak. Pesawat itu meledak di udara. Ajaibnya aku selamat bersama dengan pramugara yang mendekapku. Namun, sejak itu aku belum melihat keberadaan ayah. Saat aku bertanya keberadaan ayah, semua menyembunyikan dan mengalihkan pembicaraan.
Ada yang menanyakan kabarku, menanyakan nomor telepon yang bisa dihubungi, sampai ada yang menyuruhku makan. Aku marah dan bosan. Semua tak ada yang menjawab pertanyaanku!
“Mana ayah!” tanyaku dengan nada membentak.
Tak tahu dari mana asalnya, ibu sudah berada di sampingku dan menenangkanku saat aku berteriak histeris bertanya keberadaan ayah. Kata ibu, ayah aman. Ayah lagi istirahat di ruangan khusus pilot. Aku tak percaya, karena ibu berbicara sambil menangis. Kalau ayah baik-baik saja dan aman, seharusnya ibu tak menangis. Perasaanku mulai tidak enak. Aku merasakan ada yang disembunyikan semua orang tentang keberadaan ayah.
“Ibuuu, ayah di mana? Beneran ayah baik-baik aja?” tanyaku.
“Kamu janji jangan ganggu ayah ya kalo ibu anterin ke tempat ayah?” tanya ibu dengan air mata tertahan.
“Iya, Bu. Aku janji. Aku kan anak baik,” jawabku tersenyum.
Ibu pun mengantarku ke suatu tempat. Mirip rumah sakit, tetapi kecil. Aku pun dibawa masuk ke sebuah ruangan yang mirip kamar mayat dan di sana ada banyak sesuatu yang tertutup kain putih.
“Kyona, ini ayah. Jangan diganggu ya, ayah udah tenang,” ucap ibu yang lagi-lagi menangis. Kali ini lebih kencang dan tak ada lagi yang tertahan.
“Ayah Cuma tidur kan, Bu? Ayah gak meninggal? Tapi, kok badan ayah dingin banget. mukanya pucet, Bu. Ayah kenapa Bu? Ayah kenapa A’ Bintang?”
Ibu diam, masih shock. A’ Bintang yang menjawab,
“Ayah udah tidur tenang, Kyona. Udah aman di surga. Kamu berdoa buat ayah ya.”
Ini gak mungkin. Ayah gak mungkin meninggal. Nanti siapa yang ajak aku terbang lagi. Aku tidak langsung percaya jawaban A’ Bintang. Dia kan biasanya membohongi dan meledekku.
“Pasti A’ Bintang bohong kan? Aa’ kan suka ngeledekin aku, ya kan?! Ayah gak meninggal,” jawabku.
“Kali ini Aa' gak bohong, Cantik. Berdoa yang terbaik ya buat ayah.”
Setelah itu aku baru tahu. A’ Bintang serius. Tak ada tawa tertahan di mimik wajahnya. Sejak itu aku benci langit. Aku benci terbang. Aku benci ketinggian. Aku benci semua awan yang dulu aku inginkan untuk aku bawa pulang. Semua telah merebut ayah dariku. Aku benci semuanya!
Å         Ä         Å
Sore itu aku sedang menunggu telepon dari Tante Christie. Aku menanti kabar kapan aku bisa fitting lagi bersama Revan. Namun, bukan Tante Christie yang meneleponku, tapi Revan. Aku segera mengangkat telepon itu dan menjawab dengan sapa mesra seperti biasa.
“Ada apa, Cintakuu? Tadi siang kan baru ketemu, masa udah kangen lagi,” candaku.
“Idih, pede banget yaa kamuu. Aku mau ngasih kabar yang tadi aku lupa bilang."
“Aapaaa?”
“Aku diterima di sekolah pilot, Yo.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] Klinik Kehamilan Sehat Duren Sawit

I'm 22 weeks pregnant already!!! Itu artinya sudah separuh perjalanan sampai Baby Z untuk  launching   and   I'm never been this happy. Doa yang selalu sama Ibuk sebut dalam setiap sujud adalah kesehatan dan keselamatam kita ya, Kak. Aamiin  ❤ Seperti judul yang sudah terpampang jelas, kali ini gue bakal mencoba sharing pengalaman gue datang ke Klinik Kehamilan Sehat untuk meet up sama Baby Z yaaa. No offense , benar-benar sudut pandang gue sebagai customer . Hope you guys enjoy! keadaan parkiran klinik pas gue sama bee keluar buat maghriban. gedungnya ada di tengah yaa

"Jajan" DSOG

Haiii, berhubung bukan blogger beneran jadinya gini deh. Ngeblog suka-suka hehehe. Mungkin aneh yaa liat judulnya, tapi ini ungkapan paling gampang sih hehehe. Yup, di usia kandungan yang memasuki 31minggu ini gue masih "jajan" DSOG (dokter spesialis obgyn/dokter kandungan). Kenapa? Karena gue abis pindah rumah, dari yang sebelumnya di daerah Bekasi ke Kemayoran. Rumah lama yang gue tempatin. Tapi, tetep berduan sama Pak Suami karena sekeluarga pindah ngikutin kuliahnya adek gue. Jauuuuhhh hari sebelum jadwal kontrol, gue sibuk browsing  cari nama-nama dokter yang cukup direkomendasiin sama buibu di forum-forum. Muncul beberapa nama dari berbagai macam rumah sakit. Cumaaa karena niat awal maunya di RS Islam Cempaka Putih dan dengan DSOG cewek, jadi gue kerucutkan deh nama-nama DSOG cewek di RS Islam Cempaka Putih. Nama yang mudah dan sering muncul adalah nama dr. Onny. Beliau juga praktik di RSIA Tambak dan pasiennya selalu ruameeeeeee kalo di Tambak sana. Kemudian ada

Hello, tiny itsy bitsy

We are a happy parents to be! Yes. P-A-R-E-N-T-S :) Alhamdulillah - pinterest