"Bu, aku berangkat ya," ucapku seraya mencium
tangan Ibu.
"Kamu mau ke mana? Katanya libur," tanya Ibu masih
berkutat dengan wajan dan spatula.
"Ke kampus, bu. Masih ada tugas yang belum
diselesein."
"Gak bawa motor toh, nduk?"
"Gak, bu. Takut mogok di jalan. Repot nanti.
Assalammu'alaikum..."
"Waalaikum salam. Hati-hati ya, nduk."
Belakangan ini aku jadi sering berpikir tentang kehidupan.
Tentang semua rencana dan situasi yang tak berbanding lurus. Bahkan, sepanjang
jalan pun aku membayangkan dan sedikit mengibaratkan jalur transjakarta ini
beserta dengan segala hal di sekitar sebagai kehidupan kecil.
"Harmoni..." seru petugas transjakarta di pintu bus
yang membuyarkan lamunanku.
"Mbak, kalo belum mau naik jangan di depan dong!"
Ujar seorang pemuda dengan banyak gembolan di kanan kirinya.
"Siapa juga yang
ke depan-depan. Kedorong kali, mas." Ujarku dalam hati.
Yaa, hidup juga begitu. Orang jarang berpikir dari dua sisi.
Berpikirnya ya dari sisi yang menguntungkan dia saja. Kalau merugikan dia akan
komentar ini-itu, tapi kalau dipikirnya menguntungkan ya diam saja.
"Kalideres.."
Kali ini aku masuk bersama beberapa orang dan untungnya
mendapatkan duduk. Karena jaraknya lumayan jauh. Untungnya jalanan Jakarta pagi
ini cenderung lengang. Tak seperti hari-hari biasanya. Mungkin karena sudah
masuk musim penghujan, orang-orang jadi malas bepergian ke luar rumah. Lebih
memilih berteman dengan selimut hangatnya di rumah.
Jalanan transjakarta yang berlubang membuatku tak bisa tidur.
Akhirnya aku malah melamun dan pikiranku ngelantur ke mana-mana. Jalanan
berlubang ini aku imajikan sebagai kehidupan. Orang-orang di dalam transjakarta
ini aku anggap sebagai teman, sahabat, pacar, dan juga keluargaku. Ah, jangan
lupa hitung kendaraan yang masuk ke jalur ini. Aku menghitung mereka sama
seperti aku menghitung orang-orang yang pernah ada di hidupku.
Kenapa tak aku gabungkan saja mereka dengan yang ada di dalam
sini? Karena mereka berbeda. Pengendara motor di jalur transjakarta itu tak
selamanya jalan beriringan dengan transjakarta. Beberapa memang cukup dekat
dengan transjakarta itu, tapi ada saatnya mereka harus pergi memacu kendaraan
itu keluar jalur transjakarta dan "mental". Entah sudah menemukan
jalan lain atau apa, itu hanya mereka yang tahu.
Begitu juga dengan kehidupan. Ada beberapa orang yang datang
dan pergi di kehidupanku. Mulai dari yang biasa saja, cenderung dekat, hingga
yang sangat dekat pun pasti ada. Hingga tiba saatnya mereka semua
"mental" dan menghilang. Entah sudah cukup memata-matai, mengambil
cinta, atau menilai. Akan tetapi, kedatangan mereka pasti sedikit banyak
memberikan pelajaran. Hanya tidak disadari saja.
Ah, sekarang dengan orang-orang di dalam transjakarta. Mereka
bisa saja terlihat satu tujuan denganku. Mengalami "lubang" yang sama
denganku. Akan tetapi, tetap saja berbeda. Itu semua hanya kelihatannya saja.
Mereka tetap mempunyai tujuan masing-masing. Mereka punya mimpi masing-masing.
Sedekat apapun kita dengan mereka, toh lambat laun akan berpisah juga. Mereka
akan turun di 'halte' yang sudah mereka tentukan. Bukan kah ada awal pasti ada
akhir? Ada pertemuan pasti ada perpisahan?
"Grogol," ujar petugas transjakarta.
Komentar
Posting Komentar